rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Senin, 23 Agustus 2010

MULLAH NASRUDDIN DAN BAJU TERCINTA

Hidangan Untuk Baju (1)

Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Dengan kecewa Nasrudin pulang kembali.

Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini Tuang Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.

Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, "Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!"

Untuk mana ia memberikan alasan "Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku."



Hidangan Untuk Baju (2)

Nasrudin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan. Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan.

Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak,

"Hai Nasrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!"

"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat," jawab Nasrudin, "Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya."

Satu-satunya Baju

Nasrudin sedang mengembara cukup jauh ketika ia sampai di sebuah kampung yang sangat kekurangan air. Menyambut Nasrudin, beberapa penduduk mengeluh,

"Sudah enam bulan tidak turun hujan di tempat ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan kami tinggan beberapa kantong lagi. Tolonglah kami. Berdoalah meminta hujan."

Nasrudin mau menolong mereka. Tetapi ia minta dulu seember air. Maka datanglah setiap kepala keluarga membawa air terakhir yang mereka miliki. Total terkumpul hanya setengah ember air.

Nasrudin melepas pakaiannya yang kotor, dan dengan air itu, Nasrudin mulai mencucinya. Penduduk kampung terkejut,

"Mullah ! Itu air terakhir kami, untuk minum anak-anak kami!"

Di tengah kegaduhan, dengan tenang Nasrudin mengangkat bajunya, dan menjemurnya. Pada saat itu, terdengar guntur dahsyat, yang disusul hujan lebat. Penduduk lupa akan marahnya, dan mereka berteriak gembira.

"Bajuku hanya satu ini," kata Nasrudin di tengah hujan dan teriakan penduduk, "Bila aku menjemurnya, pasti hujan turun deras!"

Manipulasi Data Sorban

Nasrudin kehilangan sorban barunya yang bagus dan mahal. Tidak lama kemudian, Nasrudin tampak menyusun maklumat yang menawarkan setengah keping uang perak bagi yang menemukan dan mengembalikan sorbannya.

Seseorang protes, "Tapi penemunya tentu tidak akan mengembalikan sorbanmu. Hadiahnya tidak sebanding dengan harga sorban itu."

"Nah," kata Nasrudin, "Kalau begitu aku tambahkan bahwa sorban itu sudah tua, kotor, dan sobek-sobek."

Baju dan Kuda

Nasrudin diundang berburu, tetapi hanya dipinjami kuda yang lamban. Tidak lama, hujan turun deras. Semua kuda dipacu kembali ke rumah. Nasrudin melepas bajunya, melipat, dan menyimpannya, lalu membawa kudanya ke rumah. Setelah hujan berhenti, dipakainya kembali bajunya. Semua orang takjub melihat bajunya yang kering, sementara baju mereka semuanya basah, padahal kuda mereka lebih cepat.

"Itu berkat kuda yang kau pinjamkan padaku," ujar Nasrudin ringan.

Keesokan harinya, cuaca masih mendung. Nasrudin dipinjami kuda yang cepat, sementara tuan rumah menunggangi kuda yang lamban. Tak lama kemudian hujan kembali turun deras. Kuda tuan rumah berjalan lambat, sehingga tuan rumah lebih basah lagi. Sementara itu, Nasrudin melakukan hal yang sama dengan hari sebelumnya.

Sampai rumah, Nasrudin tetap kering.

"Ini semua salahmu!" teriak tuan rumah, "Kamu membiarkan aku mengendarai kuda brengsek itu!"

"Masalahnya, kamu berorientasi pada kuda, bukan pada baju."

Jubah Hitam Kematian

Nasrudin berjalan di jalan raya dengan mengenakan jubah hitam tanda duka, ketika seseorang bertanya, "Mengapa engkau berpakaian seperti ini, Nasrudin? Apa ada yang meninggal."

"Yah," kata sang Mullah, "Bisa saja terjadi tanpa kita diberi tahu."

0 komentar:

Posting Komentar